Senin, 30 Juli 2012


PANORAMA ALAM


                                             Anoa



Anoa (Bubalus spp.)
 

Sejarah Alam
Saat ini, ada dua jenis anoa (Bubalus spp.) yang kita kenal, yakni Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa gunung (B. quarlesi).  Namun, para ahli memperdebatkan apakah keduanya jenis yang berbeda atau tidak.  Kedua jenis ini sama-sama memiliki tubuh berwarna coklat/hitam.  Panjang tubuhnya 160-170 cm, tinggi bahunya kira-kira 1 meter, dan tanduknya berbentuk kerucut.
Anoa dataran rendah mempunyai bercak-bercak putih dan kuning di sepanjang kaki depannya dan ekornya lebih panjang.  Sedangkan Anoa gunung mempunyai kaki yang berwarna coklat dan ekornya lebih pendek.  Anoa biasanya hidup soliter.  Mereka memakan   rumput, pakis, buah-buahan, daun palem dan umbi jahe.  Nama Anoa “gunung” dan “dataran rendah”, tidak harus berarti bahwa keduanya hidup di ketinggian yang berbeda.  Keduanya bisa dijumpai di habitat gunung maupun dataran rendah.

Anoa biasanya menghindari manusia serta habitat-habitat yang terganggu, walaupun, di beberapa desa di sekitar hutan Gunung Ambang dan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, orang menjumpai anoa di kebun-kebun pinggir hutan.  Anoa agaknya menyukai genangan air dan lumpur, dan terutama mata air atau tetesan air yang mengandung mineral.  Mereka juga pernah dilaporkan meminum air laut.  Ini mungkin untuk memenuhi kebutuhan mineral di tempat-tempat yang tidak ada mata air mineral.
Status
Sebagaimana halnya dengan mamalia besar lain di Sulawesi bagian utara, perburuan merupakan ancaman utama bagi kelangsungan hidup anoa.  Pemburu-pemburu anoa umumnya menggunakan jerat atau menggunakan anjing dan tombak.  Mereka juga suka membakar tempat-tempat yang berumput supaya bertumbuh rumput muda yang akan menarik perhatian anoa.

Ancaman lain bagi anoa adalah kehilangan habitat.  Kehilangan habitat menyebabkan anoa terkurung dalam blok-blok hutan yang sempit.  Selama beberapa tahun terakhir, anoa hanya beberapa kali saja dijumpai di hutan-hutan lindung Sulawesi Utara.  Survei WCS-IP Sulawesi di Cagar Alam Gunung Ambang pada tahun 1998 hanya menemukan beberapa jejak anoa saja.  Jejak anoa umum ditemukan di bagian pedalaman Taman Nasional Bogani Nani Wartabone serta Cagar Alam Panua, tetapi di hutan-hutan Minahasa kami tidak pernah menjumpainya maupun jejaknya.

Wawancara yang dilakukan pada tahun 1998 mengungkapkan bahwa sejumlah anoa pernah dibunuh oleh penduduk desa yang tinggal dekat Cagar Alam Gunung Ambang.  Selain itu, tim peneliti WCS-IP Sulawesi juga pernah melihat daging anoa dijual di pasar Gorontalo, Imandi, Langoan dan Tomohon.  Berdasar hasil pengamatan langsung serta melalui hasil jepretan kamera-trap, ada harapan bahwa anoa memiliki kesempatan hidup yang lebih besar di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam Panua.
Taman Nasional Lore Lindu


Taman Nasional Lore Lindu memiliki berbagai tipe ekosistem yaitu hutan pamah tropika, hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan sampai hutan dengan komposisi jenis yang berbeda.
Tumbuhan yang dapat dijumpai di hutan pamah tropika dan pegunungan bawah antara lain Eucalyptus deglupta, Pterospermum celebicum, Cananga odorata, Gnetum gnemon, Castanopsis argentea, Agathis philippinensis, Philoclados hypophyllus, tumbuhan obat, dan rotan.
Hutan sub-alpin di taman nasional ini berada diatas ketinggian 2.000 meter dpl. Keadaan hutannya sering diselimuti kabut, dan sebagian besar pohonnya kerdil-kerdil yang ditumbuhi lumut.

Di dalam kawasan taman nasional terdapat berbagai ragam satwa yaitu 117 jenis mamalia, 88 jenis burung, 29 jenis reptilia, dan 19 jenis amfibia. Lebih dari 50 persen satwa yang terdapat di kawasan ini merupakan endemik Sulawesi diantaranya kera tonkean (Macaca tonkeana tonkeana), babi rusa (Babyrousa babyrussa celebensis), tangkasi (Tarsius diannae dan T. pumilus), kuskus (Ailurops ursinus furvus dan Strigocuscus celebensis callenfelsi), maleo (Macrocephalon maleo), katak Sulawesi (Bufo celebensis), musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii musschenbroekii), tikus Sulawesi (Rattus celebensis), kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), ular emas (Elaphe erythrura), dan ikan endemik yang berada di Danau Lindu (Xenopoecilus sarasinorum).